GOVERNING PEMBUKAAN LAHAN (KECAMATAN BATANG KAWA, KABUPATEN LAMANDAU, KALIMANTAN TENGAH)
DOI:
https://doi.org/10.47431/jirreg.v6i1.177Keywords:
Pembukaan lahan, ladang berpindah.Abstract
Tujan penelitian ini yaitu mendeskripsikan governing pembukaan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah yang tidak sesuai dengan hukum adat dan menimbulkan pembatasan hak penggunaan tanah adat oleh masyarakat peladang berpindah dan mengetahui dampak dan persepsi masyarakat akibat dari hadirnya Perda Kalimantan TengahnNoo1yTahun 2020 tentangiPengendaliannKebakarannLahan. Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah adanya pembatasan luas lahan, yaita hannya 1 hektar yang bisa digarap oleh peladang berpindah, yang diatur dalam PeraturanpDaerahhProvinsii KalimantannTengahhNoo1tTahun 2020tTentang Pengendalian Kebakaran lLahan. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriftif kualitatif. Lokasi Penelitian ini berada di Kecamatann Batang Kawa, Kabupaten Lamandau. Objek Penelitian ini adalah Governing Pembukaan Lahan di Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah. Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive. Dalam penelitian ini, observasi, wawancara, dan dokumentasi digunakan sebagai metode pengumpulan data. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data meliputi pengumpulann data, reduksi data, penyajianndata, dan pengambilannkesimpulan. Dalam penelitian ini, observasi, wawancara, dan dokumentasi digunakan sebagai metode pengumpulan data. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan. Pertama, Dapat disimpulkan bahwa perda ini hadir dengan latar belakang untuk mengatasi bencana asap yang terjadi di Kalimantan Tengah, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat peladang berpindah untuk membakar lahan dengan batasan lahan 1 hektar, masyarakat sangat mendukung pemerintah untuk mengatasi bencana asap, namun masyarakat kurang setuju dengan batasan 1 hektar karena tidak cukup untuk kehidupan 1 tahun, masyarakat menginginkan 2 hektar, pembatasan ini dipandang tidak sesuai dengan kearifan lokal serta hukum adat dayak juga dapat menyebabkan lahan terlantar, keterlantaran ini dapat menjadi keuntungan bagi pemilik modal yang tentunya dapat mebuka lahan tabpa dibakar, perda ini juga kurang partisipasi masyarakat dalam pembuatannya asprasi domang adat tidak terealisasi kedalam Perda sehingga kebijakan yang dihasilkan cenderung berdampak negatif bagi masyaraka, oligarki pada tingkat daerah juga menjadi salah satu faktor yang menyumbang lahirnya kebijakan yang menguntungkan pengusaha dan merugikan masyarakat. Kedua, masyarakat tidak menolak atas hadirnya PerdaaNoo1tTahunn2020ttentang PengendaliannKebakarannLahan, namun masyarakat kurang setuju terhadap kebijakan pembataasan lahan 1 hektar, masyarakat menginginkan minimal 2 hektar, kemudian mengenai rencana pemerintah kedepannya untuk pembukaan lahan tanpa di bakar, masyarakat mengharapkan pemerintah memikirkan bagaimana membuka lahannya, pupuk, pestisida, dan penggunaan alat - alat pertanian yang modern, serta pendampingan secara lansung bukan sekedar proyek pengadaan.